SELAMAT DATANG

Reggae

Posted on
  • Oct 24, 2013
  • by
  • Muhamad Tajul Mafachir
  • in
  • Label:
  • “Emancipate yourselves from mental slavery. None but ourselves can free our minds.”  ―Bob Marley

    Bicara tentang reggae. Ingatan saya tidak jauh dari Ska, Rocksteady, Bob Marley –rastafaria dan Jamaika. Maklum saya; Ska dan rocksteady sebagai aliran music adalah akar dari kelahiran reggae; Berbasis pada gaya ritmis yang bercirikan aksen pada sinkopasi –offbeat , atau skank. Dan pada umumnya memiliki tempo lebih lambat daripada ska maupun rocksteady. Selebihnya, saya menikmati lagu – lagu dan mengenal tentang music music yang identik dengan rastafaria dan Jamaika itu, dari lagu – lagu yang ditulis Bob Marley.

    Teman saya, seorang pecinta music reggae. Dia menularkan pemahaman tentang music yang digandrunginya itu kepada saya. Sebagai Genre music, apa itu reggae? Pertanyaan sederhana, namun mendasar bagi saya itu ia jawab dengan bahasa; lagu sebagai pesan. Adalah bentuk perlawanan, ia meluruskan, yang tak terlacak oleh kebijakan.

    Kebijakan dalam makna sedianya, adalah “batas”. Ia sebagai mesin, tidak mesti caredengan bahan baku yang perlu disortir. Kerna lazimnya kebijakan yang kita terima, selalu dikemas oleh kekuasaan. Kita; adalah yang naïf –untuk meluruskan hal – hal yang tidak benar, kebobrokan yang kita rasakan di bawah,  kita suarakan dengan suara yang serak, tak pernah nyaring dan selalu sembunyi.

    Bibit Imensitas Robert Nesta Marley, mungkin dari “cinta”. Ibu nya Cendella adalah pribumi asli Jamaika, Nine Miles. Asmara Cendella dan Norval, ayah Robert,  terpaksa memboyong Cendella ke Trench Town – Kingston karena menyelamatkan dia dari pergunjingan Ras dan hak waris. Norval Sinclair Marley adalah komandan markas di Resimen British Hindia Barat; berkulit putih. Mencintai Cendella, bagi keluarga Norval adalah offside, di luar batas.

    “Bangunlah, berdiri, Tegakkan hak-hak mu. Bangunlah, berdiri, Jangan menyerah, melawan!”. Dalam get up stand up Bob Marley, lagu dalam durasi 3 menit 16 detik itu adalah pesan, dari Bob muda yang meninggalkan bangku sekolah untuk berkelana, bersinggungan dengan jalanan; merasakan apa yang cacat dari kebijakan. Hingga pada awal tahun 1962, dia tergerak, terjun memilih music ska dan rocksteady menjadi mediasi menegakkan hak –Right. "The Teenager" yang kita kenal sekarang dengan "The Wailers" adalah grup yang ia mula bentuk bersama Bunny Livingstone dkk.

    Rastafaria sebagai “gerakan”.  Identik dengan mereka yang mencari bagian diri yang hilang. Sebagai “agama” yang sulit dikategorikan –karena bukan organisasi yang tersentralisasi, hanya lahir dari “rasa” memandang diri mereka sebagai penggenap suatu visi tentang bagaimana orang Afrika harus hidup. Identifikasi dari sebuah music ke ruang theology, sepertinya sekarang mulai digeser.

    “Rastafaria” yang dewasa, menyebar ke berbagai pelosok, seperti pada kisaran rahun 1986, mulai masuk ke Indonesia sudah tidak lagi menganggap  Haile Selassie I, mantan kaisar Ethiopia sebagai tuhan dan Singa Yehuda sebagai Yah. Tuhan mereka terlelap, kerna tidak sejalan dengan sikap modernitas. Rastafari yang kita lihat tegar saat ini, bukan lagi sebagai “doktrin” yang dulu kita curi dari budak – budak hitam di Jamaika. Melainkan berdiri sebagai identitas yang tidak jauh dari “jalan hidup dalam bermusik”, Reggae.

    sumber gambar: google
    Colbie Marie Caillat, seorang musisi dan penyanyi asal Malibu, California. Hangat dalam ingatan kita, Breakthrough(2009) –album keduanya, darinya ia ternominasi sebagai Best Pop Vocal Album pada Grammy Awards 2010 lalu. Kan? Musik, bagi Colbie, bukan saja tentang ketukan, variatif nada, atau irama. Musik yang sebenarnya adalah tentang pengaruh, seperti Bob yang menyihir banyak orang untuk mengikuti “jalan kehidupan” nya –gerakan Rastafarianism, dan sakralitas dari kilas balik tujuan lagu, seperti pada tiap lagu yang Bob Marley tulis dan diciptakan. Dari semua itu, yang urgen dari music adalah: it takes your worries away and makes you feel good, and I think that's what music is about.Membawa “kita” dalam prihatin dan merasa lebih baik.

    Wal hasil, menulis tentang Reggae, mendengar musiknya, mencoba menyelami pesan – pesan dan kenangan bersama Goergie dalam “no women no Cry” Bob Marley sepanjang durasi 7 menit lebih 7 detik,  salam rindu Robert dalam “smile Jamaica” berdurasi 3 menit 14 detik yang ku putar dua kali. Menghisap rokok dan menyeduh segelas kopi pahit, adalah “jalan” – lebih baik, tersendiri untuk memahami “reggae” yang luas, dan tidak akan selesai ditulis dalam satu negoisasi.

    Seperti keinsafan putra sulung sang legenda, Bob Marley, Ziggy Marley “saya bukanlah reggae, saya adalah aku. Saya lebih besar dari batas yang mereka batasi kepada saya. Ini semua, adalah “jalan kehidupan” yang saya tempuh”. I am not reggae, I am me. I am bigger than the limits that are put on me. It all has to do with the individual journey.  


    Khartoum, 3 Oct 2013

    0 komentar:

    Post a Comment

     photo Joel2_zps6bff29b6.jpg