Tidak ada yang sangkal dan tidak sepakat mengenai asal mula kata "tafsir", dia dari Fa sa ra dalam bahasa arab, yang bermakna "al bayan", -menjelaskan, penjelasan. Tafsir adalah sebuah upaya penyibakan optional terhadap sebuah medium, setelah melewati proses analisa panjang, eksplikasi kemungkinan makna dan percabangan pengertian sebuah interpretasi dalam koridor mencari kebenaran -kemungkinan, yang paling mendekati. Tentu, proses "penyibakan" itu tidak bisa tidak terikat oleh sebuah aturan konvensional -kapasitas subyek, dan interpersonal yang memadahi menyampaikan pesan secara moril.
Menafsiri, tidak harus terhadap teks mulia: selama ini. "aku ingin menafsirkan kemauanmu, kekasih", tidaklah harus bertimbal dengan teks sakti. Tafsir, itu bahasa unversal, sekalipun terikat aturan konvensional -ketika bertimbal dengan teks mulia.
Selamanya tafsir, adalah sebuah proses. Dia menjadi ajudan yang mengawal kepahaman. Jika "kita" ideologi, dia adalah sistem yang mengawal: segenap pasal pasal anti penistaan. Sebab itu, tafsir haruscombed dari satu ruang ke lain analisa dan bentuk fatwa. Mufassir (Tukang tafsir) tidaklah dituntut untuk putus asa, karena setiap manuskrip, teks, lektur, memiliki bahasa sendiri dalam menyampaikan pesan. Hanya dia bertaruh besar dengan penyampaian makna dibaliknya secara moral kepada khayalak luas.
Ketika Marx melempar sebuah quote, "Social progress can be measured by the social position of the female sex." Kita tidak harus menimpa quote itu dari analisa yang tidak panjang. Kegersangan interpretasi dari seorang marx :pencetus theory of social marxism, Tidak. Justru di titik ketika "kita" mengimani ajaran Muhammad yang Hifdzun nafs wal Aql (Human right and resources) kita akan berjumpa dalam temporong yang sama.
Tafsir membawa misi yang sangat besar, bagi apapun tak terkecuali nilai luhur. Penafsiran terhadap keadaan, berarti menghantarkan untuk memperbaikinya. Penafsiran terhadap alam, penafsiran terhadap manuskrip, terhadap lekture, dan lain sebagainya.
Agamnya lagi, ketika seseorang melakukan tafsir terhadap sebuah medium -seperti teks mulia. Dia telah melakukan Isra' Sughra, sebuah perjalanan rohani dan kemapanan kondisi moril -baik terhadap dirinya sendiri. Sehingga tafsir yang sedemikianlah, kelak, akan membuahkan persalinan makna - makna dan mencongkol lekat diingatan manusia. Tafsir yang demikian -dengan Isra' Sughra, mengembalikan fungsi "tafsir" yang hakiki, -menangkap penjelasan, yaitu Fa sa ra yang Fa Saufa Taraa.
Khartoum, 5 May 2013
0 komentar:
Post a Comment