SELAMAT DATANG

NOTA KERINDUAN

Posted on
  • Oct 30, 2012
  • by
  • Muhamad Tajul Mafachir
  • in
  • Label:





  • Judul                      : Nota Kerinduan
    Jenis Buku            : Antologi Puisi
    Pengarang             : Muhammad Tajul Mafachir, Imam Syaukani Ahmad, Lili Soedirman
    ISBN                     : 978-602-18218-7-9
    Tahun terbit          : Cetakan Pertama, 2012
    Tebal                     : i, ii, iii + 150 Halaman
    Penerbit                : Penerbit Gigih Pustaka Mandiri

    Memahami sesuatu yang jangkauannya hanya sebatas hati memang cenderung sulit dilakukan. Apalagi rindu. Tak jarang ia membeku di sudut terkecil hati dan tak terungkapkan. Terkadang lebih mudah mentransformasikannya ke dalam kata-kata dan berharap-harap cemas sosok yang kita rindukan akan membaca tulisan itu dibandingkan mengatakan secara langsung kepadanya bahwa: “Aku merindukanmu,”. Seperti sebuah puisi dalam buku kumpulan puisi Nota Kerinduan ini. Kerinduan yang mendalam kepada seseorang yang hanya dituangkan dalam sebuah nota seperti ini oleh Muhammad Tajul Mafachir:

    Aku merindukanmu atas nama jarak yang memisahkan
    Aku merindukanmu atas nama ambisi yang menunjam
    Aku merindukanmu atas nama sarana yang kubuang
    Aku merindukanmu atas nama kesetiaan yang kautenggelamkan
    Aku merindukanmu atas nama kayu, melapuk
    Aku merindukanmu bersama badai menderai
    Aku merindukanmu bersama hujan-hujanan
    yang menganak sungai di pipi
    bersama berai dan derai
    Aku terus merindukanmu
    dalam sebutan akhir namaku

                    Kumpulan puisi ini berisi beberapa kata-kata tentang rasa yang muncul dari hubungan antar manusia. Bagaimana ia mencintai, merindu, terkungkung dalam candu, tersakiti dan pada akhirnya ia hanya bisa memberi salam perpisahan. Meski begitu, salam perpisahan dalam kisah epik manusia tidak jarang hanya dari tatapan mata, seperti dalam penggalan salah satu puisi berjudul Salam Perpisahan karya Lili Soedirman ini:

    Sungai berkelok menemukan muara
    Menggamit pisah menggandeng duka
    Mencumbu bahagia terakhir kalinya
    Lalu mengucap pisah dalam bahasa mata

                    Tidak hanya itu, sebagaimana manusia hidup di dunia yang tidak pernah lepas dari sisi spiritual. Rindu seorang manusia tidak terbatas hanya pada sosok manusia lain. Manusia juga merindukan entitas yang disebut Tuhan. Seperti dalam puisi berjudul Allah yang dibuat oleh Imam Syaukani Ahmad di bawah ini:

    Aku dan napasku
    Di sembilu ribu risauku
    Aku dan raga ku
    Di gelap penjuru resahku
    Aku dan jiwaku
    Berjalan di setapak mataku
    Aku dan napasku
    Merindukan-Mu
    Aku dan ragaku
    Mengalamkan-Mu

    Di sisi lain, penulis ingin menyampaikan perasaan prihatinnya melihat kemiskinan yang merajalela di negerinya.  Seperti dalam baris kalimat “Bangsaku sedang sakit jiwa tingkat dewa, Sebab kewarasan mahal harganya sebab apa saja sudah tak berkroni jua”  dalam puisi berjudul Kemiskinan karya M Tajul Mafachir. Penulis mengkritisi salah satu faktor penyebab kemiskinan yang masih mendarah daging di negerinya. Yakni tidak adanya dukungan dari semua pihak untuk memberantas kemiskinan, atau lebih bisa dibilang alam tidak mendukung. Penulis juga menambahkan gambaran analogi antara semesta dan kemiskinan. Seperti dalam penggalan puisi berikut:

    Kemiskinan dan bangsa
    adalah kematian dan kehidupan
    yang berkejaran di tengah pelataran gersang
    bertanah abang, kering air, dan basah pedang
    bangsa dan kemiskinan
    sebagaimana ketika burung altar
    mati kelaparan, sebab malu mengapar
    dan, sebagaimana  aku bercerita
    aku bingung menentukan akhir kata
    sehingga gusaran kata ini kusisihkan
    aku masih terjebak kemiskinan
    : sederhana sajalah.

                    Selain puisi di atas, ada beberapa puisi yang lain. Tentang mimpi, harapan, bahkan hak asasi manusia.
    Yang semua pada dasarnya berujung pada satu pangkal, dimana kesemuanya itu merasa jauh sejauh seorang penulis menawarkan beberapa pilihan dan jatuhan, itu mungkin yang bisa kita sebut Personnal Order. Meski sedikit Anarkis, namun para penulis mampu menemukan egaliter total dari sebuah Anarkismenya. Melambungkan makna dengan kata kata yang sederhana.



    Oleh
    Fifi Alfiana Rosyidah
    Penulis Novel "I Love You, But Good Bye"

    1 komentar:

    Unknown said...

    follow back sukses dari http://ilmukudankamu.blogspot.com/

    terima kasih telah mengunjungi blog saya

    Post a Comment

     photo Joel2_zps6bff29b6.jpg