SELAMAT DATANG

Berhentilah

Posted on
  • Mar 11, 2012
  • by
  • Muhamad Tajul Mafachir
  • in
  • Label:
  • Hanya terkadang, dalam sebuah ketika. Guratan kasar itu kembali muncul, sebagai busur baru. Selaksa mencari buruan baru. Menjajaki hal baru, selayak dirinya yang kulihat masih muda rupanya. Pada pecahan cermin ia berseru dengan percaya dirinya 'aku masih muda'. Euforia emosional yang sulit dibendung bagi lelaki ini. Selaksa perjalanan jarak panjang. Yang hanya sesekali berhenti untuk mengalirkan sedikit nafas segar dalam kedeguban. Bergandeng erat dengan rotasi bumi yang mengarah selaksa romansa yang tertengadah mesra. Berdandeng ria dengan gedung tua beratap nista. Kulihat, hanya ada seikat dan berikat - ikat rumah laba - laba.

    Sedang menderu galau, dirinya. Lelaki itu. Menyisir halus persoalan perjalanan mudanya. "Aku masih orisinil". Demikian kata masa lalu, dirinya masih silau masa lalunya. Mengaparkan beberapa harapan, dalam kaparan embun yang menetes jarang di bumi pertiwi. Sebuah layang dharma menempuh dharma. Benderang cahaya yang meredup, oleh sipuan mimpi yang terlalu tinggi.

    "PLUK". Suara itu yang pertama dia dengar, sebelum kesilauan dan rabun matanya meradang. Ia begitu hafal dengan suara gesekan itu, mengragas kelugasan lucuran sebuah kenistaan. Hanya terkadang yang ia fikirkan adalah penyesalan. Sebab masa lalunya, ia sebagai pemuda yang riang muka. Selalu ramah senyum dan bergeliat rupa dengan tawa. Kini, hanya terkadang ia memiliki hobi baru; Mengenyit kening, berpangku tangan dan meneteskan sedikit airmata. Bersama dengan liur anyirnya, ia seringkali bermain - main, menarik ulur sebuah ikatan dan janji janji yang terjajakan. menderu nafsu - nafsu liar yang masih saja menganga, meski luka semakin mendera. Ia cuek saja.

    Dirinya yang semakin rabun. Tetap saja enggan mengalah pada keadaan. Bukan ia pasrah dan mengalah, Ia semakin menjadi - jadi saja dalam bertingkah. Merebahkan bayangan hitam, sedemikian rupa dalam kilat ia membayangkan. "Ini adalah penyakit hati sayang". Aku pun tahu, dia bukan sosok yang berprestasi rendahan dalam mengulang pelajaran. Ia pernah sesaat mencampurkan formula resepnya sendiri untuk orang lain, pertanyaan yang timbul adalah dia yang gila atau memang orang itu tidak menahu lebih tentang kegilaanya. Sebab ini adalah penyakit hati, selaksa dia menjajakan jajalanan yang menerjalnya. Selaksa ia berkecimpung riuh mengampun. Selayaknya. Sayang, dirinya enyah dengan dunia lurusnya. Banyak norma dan aturan yang ia bredel. Benteng Benteng itu, kurasa memmang rapuh adanya. Namun begitu, bagiku. Kecaman tetaplah menakutkan. Sebab janji Janji bukan semestinya ia mudah ingkari. Sebab janji adalah melihat pemilik janji.

    "Jauh aku mengapar , terkapar"

    Diantara kerumunan manusia - manusia setengah dewa. Ia mencoba bersikokoh menutup aib diri. Menjibak perasaan was - was tirani. Semakin dia asik tertidur, dan nyenyak dengan lelapnya. Tanpa sadar, semakin ia akan berat berdiri dan kembali. Menempuh jalan Moksa yang ia inginkan. Memulai terkadang dan sering kali lebih sulit daripada harus mengakhiri. Sebab, bisa saja kita enggan membunuh benteng - benteng rohani yang terkulai, karena yang kita hadapkan bukanlah memikirkan kenyataan. Hidup adalah satu diantara sekian kehidupan yang ada. Hidupku, adalah sekian ribu dari kehidupan yang ia ciptakan. Meski harus mengapar.
    Tetapi, dalam jiwa yang sebenarnya. "ada Kesadaran".

    Terkadang, kucoba meraba hati. untuk mencari sedikit makna. Tetapi, untuk mencari makna. seharusnya aku tak usahlah seperti keledai yang dicambuk kian hari. Sebab untuk bermimpi, adalah pertimbangan panjang bagi penempuh jalanan kehidupan. Karena bermimpi, terkadang melelahkan dan mengurangi kualitas tidur seseorang. Selaksa kau raba warna untuk makna kehadiranku, sedang aku masih tetap saja berdiri disana. Hanya pelapuk kita yang terkadang menipu. MOKSA!

    0 komentar:

    Post a Comment

     photo Joel2_zps6bff29b6.jpg