Kita mencoba untuk bermain statis. Dalam arti, memainkan peran sesuai kondisi dan keadaan pemain. Boleh ada kesamaan tokoh dan peran. Namun, bukan kebolehan untuk tetap pada satu karakter, tokoh dan peran. Ini kusebut dengan dunia karet. Dimana yang menentukan adalah kadar fleksibelitas antar sesama. Dan menjadi hukum padu. Yang kemudian menjibak satu sama lain untuk menyeru kata ‘sepakat’.
Dunia karet. Ada dan nyata. Ia berada pada peraduan antara relativisme kebenaran dan dogmatism kesalahan. Sebagai hukum peraduan, bukan keterpaduan. Ia bergerak sesuai kesepakatan yang sulit dijelaskan antar dua pemain dalam menghukumi satu kesalahan orang ketiga. Ini menyoal gaya tubuh dan mimic yang sirat. Ini semacam bahasa baru dalam dunia dan nyata. Sempat sekali saya bertanya, tentang berapa lama yang dibutuhkan untuk satu sama lain saling memahami bahasa baru itu? Dia menjawab, dengan jawaban datar dan sudah kusangka. Memang dia sendiri (pelaku) susah menjelaskan. Ia menganggap ini semacam bentuk kesadaran yang tidak ‘sadar’, semacam bagaimana orang Persi mampu menggerakkan materi tanpa harus menyentuhnya. Semacam relaksasi bahasa yang timbul dalam dunia instutisi baru. Satu hal yang kuanggap sulit. Menyetujui kata ‘sepakat’. Dalam hitungan detik.
Ini semacam permainan – permainan yang kerap dimainkan oleh politikus bangsa kita. Meski saya sendiri belum pernah menganalisa secara utuh untuk sebuah perkara. Bisa jadi iya, mungkin. Mungkin dari dunia dengan bahasa seperti inilah, yang kemudian banyak lahir istilah – istilah lama. Dengan makna berbeda. Sebut saja, apel malang, apel Washington, bos besar, atau apa sajalah. Tahu sumedang, rujak cingur dll. Namun, dengan pemaknaan kata yang sedikit rancu. Pada awalnya, saya bingung untuk menyebut nama proses akulturasi makna semantic ini. Semacam membuat buih baru dalam otak dan rekaman host file saya, bagaimana bahasa – bahasa seperti ini. Yang digunakan untuk semacam aksi rahasia. Tidak jarang, tentara pembela kedaulatan Negara kita menggunakan permainan makna semantic seperti ini. Seperti pada operasi – operasi militer yang berlangsung. Operasi militer ialah sebuah aksi perencanaan dan pengaturan angkatan militer. Operasi militer sering melibatkan operasi udara, operasi darat, dan operasi laut; biasa untuk tujuan keamanan.
Operasi militer merupakan konsep dan penerapan ilmu militer yang melibatkan operasi untuk merencanakan manuver pasukan yang diproyeksikan sesuai ketentuan, layanan, pelatihan, dan fungsi administrasi. Staf operasi memainkan peran utama dalam proyeksi kekuatan militer dengan spektrum konflik di Darat, di Udara, atau di Laut.
Operasi militer terkoordinasi adalah tindakan militer suatu negara dalam menanggapi situasi yang berkembang, sebagai rencana militer. Operasi militer sering dikenal sebagai tujuan operasional.
Kerangka kerja untuk operasi diatur sesuai matra di angkatan bersenjata. Angkatan bersenjata yang menyiapkan dan melakukan operasi pada berbagai tingkat perang. Secara umum ada korelasi antara ukuran unit, wilayah operasi, dan ruang lingkup misi, meskipun tidak mutlak.
Bahkan, setiap operasi militer memiliki nama dan keyword yang berbeda dan memiliki nama yang unik. Operasi Jaring Merah I, tahun 1991. Operasi Jaring Merah II 1992. Oplihakan NAD 2003. Operasi Trikora, juga disebut Pembebasan Irian Barat, adalah konflik 2 tahun yang dilancarkan Indonesia untuk menggabungkan wilayah Papua bagian barat. Pada tanggal 19 Desember 1961, Soekarno (Presiden Indonesia) mengumumkan pelaksanaan Trikora di Alun-alun Utara Yogyakarta. Soekarno juga membentuk Komando Mandala. Mayor Jenderal Soeharto diangkat sebagai panglima. Tugas komando ini adalah merencanakan, mempersiapkan, dan menyelenggarakan operasi militer untuk menggabungkan Papua bagian barat dengan Indonesia. Atau seperti Operasi Deadlight merupakan nama kode untuk penenggelaman U-Boot yang menyerah pada Sekutu setelah kekalahan Jerman Nazi menjelang berakhirnya Perang Dunia II. Dan masih banyak lagi.
Pemakaian istilah- istilah seperti itu. Mungkin sama halnya dengan penggunaan yang digunakan oleh politikus kita. sebagai nama pada setiap operasi militer yang mereka buat. Mungkin. Meski pada akhirnya, operasi yang mereka lakukan. Bukan untuk menjaga kedaulatan, ideology bangsa ataupun Negara. Justru merusak dan mengobrak abrik tatanan dan aturan kenegaraan. Membuat keonaran dengan slip tips. Bukan seperti operasi militer yang menagkap para pemberontak atau pembuat gaduh. Tapi operasi yang ini beda, justru untuk menutup diri dari pengejawantahan. Meski bagi sebagian mereka yang tersorot. Harus mengakhiri operasi dibui. Panorama yang sungguh menggemparkan. Ditengah semangat berdemokrasi. Dan demokrasi sebagai solusi. Masih saja, rakyat menjadi suara tanpa rupa. Yang kerap lupa disapa. Papa. Hanya untuk membantu mereka aman di kursinya saja. Seperti pengendara mobil mogok dipinggir jalan yang tidak kita kenal. Kita bantu, dan selepasnya dia pergi tanpa ada kesan terimakasih. Ini terulang berkali – kali dalam duniaku. Yang statis ini.
Khartoum, 14 Februari 2012
0 komentar:
Post a Comment