SELAMAT DATANG

MENDIRIKAN LESBUMI PCINU SUDAN: SEBUAH MOMENTUM

Posted on
  • Feb 20, 2014
  • by
  • Muhamad Tajul Mafachir
  • in
  • Label:


  •            Perjalanan perjuangan Nahdlatul ‘Ulama sebagai organisasi keagamaan dan kemasyarakatan terbesar di Indonesia dengan lebih dari 40 juta pengikut yang bergerak di pelbagai bidang strategis masyarakat sebagai stekholder dan penjaga sikap keagamaan yang moderat, toleran, serta senantiasa mampu menjeburkan diri dalam instrument budaya dan warisan lokal masyarakat setempat dengan kearifan lokal yang dijunjung NU, sebagaimana  metoda akulturasi budaya dalam berdakwah yang sudah diajarkan oleh para walisongo di Jawa. Tidak akan pernah lepas dari sikap permisif Nahdatul ‘Ulama sendiri sebagai organisasi modern, moderate, dinamis dan terbuka terhadap hal baru yang dirasa lebih baik, dan menyimpan tradisi, peninggalan dan budaya lama yang masih baik.

    Dalam sikap peradaban Nahdlatul ‘Ulama sendiri kita sangat lekat dengan “al-Muhaafadha ‘ala Qadim al-Shalih, wa al-Akhdzu bi al-jadiid al-Ashlah”, dengan arti sikap menjaga warisan baik berupa khazanah kebudayaan dan tradisi berkesenian yang baik, dan mengambil penemuan (modern) yang dirasa lebih baik. Sikap inilah, alasan kenapa sikap NU selalu teridentifikasi baik secara sosio-historis, ataupun sikap ideology dengan perjuangan awal para walisongo melakukan missi dakwah di tanah Jawa.

    Antara Walisongo dan perjalanan Nahdlatul ‘Ulama sebagai organisasi tidak dapat dipisahkan. Hal ini dapat dirasakan dari sikap keagamaan NU terhadap perkembangan Seni dan Kebudayaan sebuah masyarakat. Dimana NU selalu berusaha mengadopsi sikap –sikap dan strategi dakwah walisongo yang dengan akulturasi budayanya, para pegiat dakwah cultural NU selalu diterima karena memiliki keintiman dan kemesraan dalam menyikapi suatu budaya masyarakat setempat. Di tengah maraknya ekstrimis kanan yang senantiasa berusaha mengaburkan nilai luhur kebudayaan dan kesenian. Arti singkatnya, perjuangan dakwah Walisongo di tanah Jawa dan perjalanan NU tidak akan dapat dipisahkan. Karena Nahdatul ‘Ulama adalah akselerasi keberhasilan dakwah Walisongo, sedangkan sikap bijak Walisongo akan senantiasa direduksi, diadopsi, dan dikolaborasi dengan pemikiran baru oleh NU hingga saat ini.

    Mengacu pada seriusnya para seniman, budayawan, intelektual, cendekiawan dan siapapun yang memiliki perhatian besar terhadap kebudayaan dan kesenian. Dengan terbukti, digagas ulang berdirinya kembali aliansi Seniman dan Budayawan di tubuh NU sendiri seperti digagas ulangnya Lembaga Seniman Budayawan Muslimin Indonesia (LESBUMI) Nahdlatul ‘Ulama yang diprakarsai oleh ketua terpilih LESBUMI Saat ini, Zastrwo alNgatawi (masa khidmat 2010-2015). Sudah selayaknya PCINU Sudan memiliki sikap apresiasi gerakan dalam sikap berkesenian dan berkebudayaan.  Hal ini akan menjadi sebuah legislasi sikap kebudayaan NU dalam ranah wilayah (Luar Negeri) yang memiliki potensi  multi-research kebudayaan dan kesenian pada Negara dimana PCINU berada.

    Kembalinya semangat melembagakan kegiatan berkesenian ini juga tidak terlepas potensi kentara dari hari ke lain generasi mulai menunjuk perkembangan yang sangat baik. Seperti yang terlihat adalah, semangat berkesenian Hadroh dan Rebana oleh warga PCINU Sudan yang sudah tidak lagi kita ragukan urgensitasnya dalam pelbagai momen Sebagai icon PCINU Sudan dan bahkan mulai dikenal luas oleh sebagian warga pribumi  Sudan sendiri.

     Perkembangan demikian, seharusnya sudah saatnya PCINU Sudan bersikap memberi ruang bagi kelanjutan kegiatan berkesenian yang sudah dirasa membanggakan. Belum lagi kegiatan berkesenian lain semisal dalam seni gerak dan teater yang seringkali berjalan apa adanya, bahkan lebih sederhada dari Hadroh dan Rebana yang masih diayomi oleh Lembaga Dakwah PCINU Sudan, yang memerlukan perhatian khusus bagi para pegiatnya yang seringkali justru tidak terorganisir dan terakomodasi dengan baik. Padahal jika dikembangkan, akan sangat menguntungkan PCINU Sudan untuk merajut ulang semangat dakwah kulturalnya.

    Jika di tahun ini, lagi –lagi PCINU mengambil sikap diam seperti tahun lalu dalam menanggapi wacana legislasi (pe-lembaga-an) ruang dan wadah berkesenian bagi para anggotanya yang potensif, maka sudah sangat terbayang bagaimana stagnasi kegiatan berkesenian yang selama sudah ada dan cenderung apa adanya tanpa adanya lembaga yang menaunginya secara serius. Sehingga, terhambat ide – ide yang seharusnya bisa jadi bahan ledak bagi sejarah PCINU Sudan dalam meraih cita – cita pengemban tradisi dan kultur nusantara yang sejatinya mampu diupayakan dengan melembagakannya.

    Pelembagaan ini juga bisa bernilai sikap perhatian serius dan jawaban PCINU Sudan terhadap kegiatan berkesenian dan menghargai kebudayaan ditengah gagalnya pelbagai upaya instansi pemerintah dalam mengakomodir kegiatan berkesenian bagi warganya sendiri yang cenderung ber-orientasi “dangkal” dari yang kita harapkan bersama. Karena seringkali Negara hanya menganggap seni dan budaya sebagai warisan yang bisa setiap saat dia pamerkan dan pentaskan kepada Negara lain tanpa berdasar falsafah kesenian dan kebudayaan yang mendalam. Lantas, kepada instansi mana lagi PCINU Sudan bisa mempercayakan potensi berkesenian anggota dan cita – citanya  kecuali pada dirinya sendiri?

    Sumberdaya Manusia dalam berkesenian PCINU Sudan pada dekade ini sedang dalam pertanda baik – baiknya untuk mengembangkan kembali semangat berkesenian yang sempat hilang pada beberapa tahun lalu. Lebih – lebih PCINU Sudan dengan Lembaga Seniman Budayawan Muslimin Indonesia (LESBUMI) nya, yang jika direstui untuk didirikan menjadi ruang sendiri dalam melahirkan, mendiskusikan dan mengadvokasi sikap berkesenian dan berkebudayaan yang selama ini cenderung berjalan tanpa payung yang menaungi secara serius.

    Dengan berdirinya LESBUMI, PCINU Sudan akan lebih digiring pada sikap substantive dakwah cultural yang selama ini Nahdlatul ‘Ulama’ selalu perjuangkan.

    Sudah sangat terbayang, dibawah Lembaga Seniman Budayawan Muslimin Indonesia (LESBUMI) PCINU Sudan nantinya, akan lebih sering melakukan maneuver sikap dakwah yang selama ini sering dilupakan oleh pelbagai varietas metoda dakwah keagamaan yang justru dianggap kering dan ironisnya seringkali para pegiatnya malah menampilkan agama dengan muka yang menakutkan. Hal ini, hanya mungkin bisa terjadi secara rapi dan terorganisir jika PCINU Sudan dalam hal ini Steering Committee (SC) Konferensi Cabang PCINU ke XII yang dipimpin oleh H. Zainul Alim, MA mampu meluluskan berdirinya LESBUMI kemudian menjadi wacana untuk direstui pada puncak KONFERCAB XIII nanti.

    JIka kita merujuk pada tema Konferensi Cabang (KONFERCAB) PCINU Sudan ke XII 2013 lalu sendiri yang salah satunya adalah optimalisasi peran Sosial Budaya dalam menjaga jaringan Internasional Ilmu dan ‘Ulama’ maka tuntaslah sudah, bahwa PCINU Sudan sudah tidak lagi pantas beralasan untuk menolak kehadiran instrument lembaga baru yang menaungi semangat dan kreatifitas dalam berkesenian dan mengenal kebudayaan nusantara secara intens. Karena ini merupakan titik klimak dan momentum menjalankan amanat profetik semangat KONFERCAB PCINU Sudan ke XII.

    Ini akan menjadi serangkaian legislasi terhadap pelbagai sikap PCINU Sudan sendiri dalam bersikap dan juga sebagai lembaga advokasi “syariah” terhadap pelbagai issue dalam paradigma kebudayaan dan kesenian yang tidak bisa kita pisahkan dari perjalanan NU Sendiri. 

    0 komentar:

    Post a Comment

     photo Joel2_zps6bff29b6.jpg