Perjalanan perjuangan Nahdlatul ‘Ulama sebagai organisasi keagamaan dan kemasyarakatan terbesar di Indonesia dengan lebih dari 40 juta pengikut yang bergerak di pelbagai bidang strategis masyarakat sebagai stekholder dan penjaga sikap keagamaan yang moderat, toleran, serta senantiasa mampu menjeburkan diri dalam instrument budaya dan warisan lokal masyarakat setempat dengan kearifan lokal yang dijunjung NU, sebagaimana metoda akulturasi budaya dalam berdakwah yang sudah diajarkan oleh para walisongo di Jawa. Tidak akan pernah lepas dari sikap permisif Nahdatul ‘Ulama sendiri sebagai organisasi modern, moderate, dinamis dan terbuka terhadap hal baru yang dirasa lebih baik, dan menyimpan tradisi, peninggalan dan budaya lama yang masih baik.
Dalam sikap peradaban Nahdlatul
‘Ulama sendiri kita sangat lekat dengan “al-Muhaafadha ‘ala Qadim al-Shalih, wa
al-Akhdzu bi al-jadiid al-Ashlah”, dengan arti sikap menjaga warisan baik berupa
khazanah kebudayaan dan tradisi berkesenian yang baik, dan mengambil penemuan
(modern) yang dirasa lebih baik. Sikap inilah, alasan kenapa sikap NU selalu
teridentifikasi baik secara sosio-historis, ataupun sikap ideology dengan
perjuangan awal para walisongo melakukan missi dakwah di tanah Jawa.
Antara Walisongo dan perjalanan
Nahdlatul ‘Ulama sebagai organisasi tidak dapat dipisahkan. Hal ini dapat
dirasakan dari sikap keagamaan NU terhadap perkembangan Seni dan Kebudayaan
sebuah masyarakat. Dimana NU selalu berusaha mengadopsi sikap –sikap dan
strategi dakwah walisongo yang dengan akulturasi budayanya, para pegiat dakwah
cultural NU selalu diterima karena memiliki keintiman dan kemesraan dalam
menyikapi suatu budaya masyarakat setempat. Di tengah maraknya ekstrimis kanan
yang senantiasa berusaha mengaburkan nilai luhur kebudayaan dan kesenian. Arti
singkatnya, perjuangan dakwah Walisongo di tanah Jawa dan perjalanan NU tidak
akan dapat dipisahkan. Karena Nahdatul ‘Ulama adalah akselerasi keberhasilan
dakwah Walisongo, sedangkan sikap bijak Walisongo akan senantiasa direduksi,
diadopsi, dan dikolaborasi dengan pemikiran baru oleh NU hingga saat ini.
Mengacu pada seriusnya para seniman,
budayawan, intelektual, cendekiawan dan siapapun yang memiliki perhatian besar
terhadap kebudayaan dan kesenian. Dengan terbukti, digagas ulang berdirinya
kembali aliansi Seniman dan Budayawan di tubuh NU sendiri seperti digagas
ulangnya Lembaga Seniman Budayawan Muslimin Indonesia (LESBUMI) Nahdlatul
‘Ulama yang diprakarsai oleh ketua terpilih LESBUMI Saat ini, Zastrwo alNgatawi (masa khidmat 2010-2015).
Sudah selayaknya PCINU Sudan memiliki sikap apresiasi gerakan dalam sikap
berkesenian dan berkebudayaan. Hal ini
akan menjadi sebuah legislasi sikap kebudayaan NU dalam ranah wilayah (Luar Negeri)
yang memiliki potensi multi-research
kebudayaan dan kesenian pada Negara dimana PCINU berada.
Kembalinya semangat melembagakan
kegiatan berkesenian ini juga tidak terlepas potensi kentara dari hari ke lain
generasi mulai menunjuk perkembangan yang sangat baik. Seperti yang terlihat
adalah, semangat berkesenian Hadroh dan Rebana oleh warga PCINU Sudan yang
sudah tidak lagi kita ragukan urgensitasnya dalam pelbagai momen Sebagai icon
PCINU Sudan dan bahkan mulai dikenal luas oleh sebagian warga pribumi Sudan sendiri.
Perkembangan demikian, seharusnya sudah
saatnya PCINU Sudan bersikap memberi ruang bagi kelanjutan kegiatan berkesenian
yang sudah dirasa membanggakan. Belum lagi kegiatan berkesenian lain semisal
dalam seni gerak dan teater yang seringkali berjalan apa adanya, bahkan lebih
sederhada dari Hadroh dan Rebana yang masih diayomi oleh Lembaga Dakwah PCINU
Sudan, yang memerlukan perhatian khusus bagi para pegiatnya yang seringkali
justru tidak terorganisir dan terakomodasi dengan baik. Padahal jika
dikembangkan, akan sangat menguntungkan PCINU Sudan untuk merajut ulang
semangat dakwah kulturalnya.
Jika di tahun ini, lagi –lagi PCINU
mengambil sikap diam seperti tahun lalu dalam menanggapi wacana legislasi
(pe-lembaga-an) ruang dan wadah berkesenian bagi para anggotanya yang potensif,
maka sudah sangat terbayang bagaimana stagnasi kegiatan berkesenian yang selama
sudah ada dan cenderung apa adanya tanpa adanya lembaga yang menaunginya secara
serius. Sehingga, terhambat ide – ide yang seharusnya bisa jadi bahan ledak
bagi sejarah PCINU Sudan dalam meraih cita – cita pengemban tradisi dan kultur
nusantara yang sejatinya mampu diupayakan dengan melembagakannya.
Pelembagaan ini juga bisa bernilai
sikap perhatian serius dan jawaban PCINU Sudan terhadap kegiatan berkesenian
dan menghargai kebudayaan ditengah gagalnya pelbagai upaya instansi pemerintah
dalam mengakomodir kegiatan berkesenian bagi warganya sendiri yang cenderung
ber-orientasi “dangkal” dari yang kita harapkan bersama. Karena seringkali
Negara hanya menganggap seni dan budaya sebagai warisan yang bisa setiap saat
dia pamerkan dan pentaskan kepada Negara lain tanpa berdasar falsafah kesenian
dan kebudayaan yang mendalam. Lantas, kepada instansi mana lagi PCINU Sudan
bisa mempercayakan potensi berkesenian anggota dan cita – citanya kecuali pada dirinya sendiri?
Sumberdaya Manusia dalam berkesenian
PCINU Sudan pada dekade ini sedang dalam pertanda baik – baiknya untuk
mengembangkan kembali semangat berkesenian yang sempat hilang pada beberapa
tahun lalu. Lebih – lebih PCINU Sudan dengan Lembaga Seniman Budayawan Muslimin
Indonesia (LESBUMI) nya, yang jika direstui untuk didirikan menjadi ruang
sendiri dalam melahirkan, mendiskusikan dan mengadvokasi sikap berkesenian dan
berkebudayaan yang selama ini cenderung berjalan tanpa payung yang menaungi
secara serius.
Dengan berdirinya LESBUMI, PCINU
Sudan akan lebih digiring pada sikap substantive dakwah cultural yang selama
ini Nahdlatul ‘Ulama’ selalu perjuangkan.
Sudah sangat terbayang, dibawah
Lembaga Seniman Budayawan Muslimin Indonesia (LESBUMI) PCINU Sudan nantinya,
akan lebih sering melakukan maneuver sikap dakwah yang selama ini sering
dilupakan oleh pelbagai varietas metoda dakwah keagamaan yang justru dianggap
kering dan ironisnya seringkali para pegiatnya malah menampilkan agama dengan
muka yang menakutkan. Hal ini, hanya mungkin bisa terjadi secara rapi dan
terorganisir jika PCINU Sudan dalam hal ini Steering Committee (SC)
Konferensi Cabang PCINU ke XII yang dipimpin oleh H. Zainul Alim, MA mampu
meluluskan berdirinya LESBUMI kemudian menjadi wacana untuk direstui pada
puncak KONFERCAB XIII nanti.
JIka kita merujuk pada tema
Konferensi Cabang (KONFERCAB) PCINU Sudan ke XII 2013 lalu sendiri yang salah
satunya adalah optimalisasi peran Sosial Budaya dalam menjaga jaringan
Internasional Ilmu dan ‘Ulama’ maka tuntaslah sudah, bahwa PCINU Sudan sudah
tidak lagi pantas beralasan untuk menolak kehadiran instrument lembaga baru yang
menaungi semangat dan kreatifitas dalam berkesenian dan mengenal kebudayaan
nusantara secara intens. Karena ini merupakan titik klimak dan momentum
menjalankan amanat profetik semangat KONFERCAB PCINU Sudan ke XII.
Ini akan menjadi serangkaian
legislasi terhadap pelbagai sikap PCINU Sudan sendiri dalam bersikap dan juga
sebagai lembaga advokasi “syariah” terhadap pelbagai issue dalam paradigma
kebudayaan dan kesenian yang tidak bisa kita pisahkan dari perjalanan NU Sendiri.
0 komentar:
Post a Comment