berseberang bercengkrama bersama canda
tiupan angin, malam itu
benar benar berbuah candu
terus ber ujar untuk menutup mata
dalam kerlinang duka, berlubang dua
sebagai pentas petaka.
seorang pertapa, pernah berkata
ada apa pujangga?
'saya sedang terluka'
nista, adalah tawa, bergelut damping
secara ramping, bercawan canda.
tidak kah, kau tau apa jawab lembayung pada tangkai duri mawar?
hanya jawaban, atas pertanyaan yang tawar
itupun, jawaban penuh tanda tawar
'aku menawar'
begitu ejaan baku kata terakhirnya,
seorang pertama.
berjingkrak muram, dalam bejana bentuk dupa
ku tumpahkan, semua yang ada kedalamnya
hingga, saat ku tengok, dan kau menumpahkanya.
aku murka.
keadaan, membuatku buta
keadaan, menjuruskan kebodohan
semakin kupahami, semakin ku tak mengerti
bagaimana, hitunganku mati, setelah dua
ada keganjilan terselinap,
menyelip halus punya pertapa.
berbuah bisikan buas, untuk terus berkata
'tunggu dulu'
kopi kemaren petang,
belum sempat ku habiskan.
pahiiiiiiiit, nian sayang manis ku rasakan.
sedaaaap, ku hisap mesra cerutu kesayanganku.
nah, dimana kah dirimu?
seharusnya, kau menuangkan, menyulutnya untukku?
jelmaan jelmaan beku, terus beradu
membringas, tanpa rasa yang pasti
kembali ku berujar, wallohu a'lam bishowab
pada bayangan semu yang menanti.
sedangkan, keadaan menuntutku terus berjuang.
duz, menghardik dan terus mengejarku,
merusak mimpiku, bersamamu.
damn,
meninggalkanku sendiri dalam keramaian,
hanya memberiku satu pemahaman.
'ilmu naluri'
kepada kuncup ku berkata, sebagai pertapa.
dunia ini buta'
baginya, persaingan adalah sebuah pilihan
sayang, pertapaan harus tetap dilanjutkan.
dan sekali lagi ku berujar,
atas nama keadaan dan kegelisahan,
petuah tanda petaka
"wallohu álam bisshowab".
kepada kuncup ku berkata, sebagai pertapa.
dunia ini buta'
baginya, persaingan adalah sebuah pilihan
sayang, pertapaan harus tetap dilanjutkan.
dan sekali lagi ku berujar,
atas nama keadaan dan kegelisahan,
petuah tanda petaka
"wallohu álam bisshowab".
Omdurman, 13 january 2012
0 komentar:
Post a Comment