Berjejer serta tertata bangunan-bangunan besar bercorak dan bergaya identitas penghuninya, ku arahkan pandangan
secara keseluruhan, saat aku berdiri tepat diatas loteng homestay ku
saat sore menjelang petang tiba, selalu
kumanjakan mataku dengan pemandangan keunikan dan keindahan lalu lantang dan
beberapa kegiatan kecil keluarga keluarga yang tampak bahagia, lalu lantang
mobil yang jarang kudapatkan, sebagai bahan pemandangan baruku kali ini. Kurang
puas dengan pemandangan terbatas, ku ambil teropong kesayanganku sebagai hadiah
ulang tahunku tahun lalu, Ku arahkan pandangan tanpa filter, menikmati berbagai
keindahan dan keuinikan yang selalu menuntutku untuk terus bertanya dan terpana
lebih. Hingga diriku tererembab dalam ketidaksadaran bahwa hal ini kujadikan
kebiasaan sehari hariku disini, melupakan sejenak status pengangguran yang
kusandang dan meninggal jauhkan kejenuhan yang sedang melandakku saat ini, di
negeri orang yang serba asing bagiku.
Tampak kokoh sebuah bangunan, bertekstur timur, gaya bangunan tua semi
modern, dengan batu bata yang masih tampak, berlamur cat warna abu abu, berdiri
tinggi dengan taman yang rindang, sedikit ku intip kedalam, kullihat luasnya
halaman yang penuh dengan bunga bunga kamboja dan pepohonan tinggi yang membuat
aku yakin akan memeberi kenyamanan siapa saja yang bertandang didalamnya.
Tampak disana, kulihat dua pohon kurma yang menjulang tinggi mengawal tingginya gerbang pagar rumah mewah itu,
seakan menyambut hangat setiap tamu yang datang dengan kerindangan di tengah
teriknya negeri hitam, yang orang bilang dengan negeri dua musim, panas dan
panas banget.
Bangunan itu akan semakin indah ku pandang, untuk waktu pagi dan sore
menjelang petangku. Menikmati segelas syay (tea= arab), sembari
menghisab beberapa gelintir rokok khas tanah hitam , lumayan melepas kerinduan
akan aroma cengkeh asli tanah beta. Entah apa gerangan, mendorong diriku untuk
menciptakan tradisi anehku, memandang dan mengamati bangunan indah itu. Mungkin
hanya karena sebuah kebetulan tata letak bangunan, yang berhadapan langsung
dengan homestay ku selama menempuh study disini, Tepatnya di daerah arkawet, blok 48
daerah moya tepatnya di negeri lembah hitam, sudan. Mengamati setiap
lekuk eksotis bangunan, berlantai 3 dengan pagar memutar yang menenggelamkan keindahan
yang lebih indah didalamnya, karena aku yakin keindahan hakiki ada didalamnya.
Bukankah sejak lama aku belajar mengenai tanda tanda? Ya, aku percaya tanda,
dan aku sedang mempelajari tanda tanda disini.
Terlintas beberapa saat, bertanya diriku dalam hati akan siapa pemilik
rumah itu? Aku bertanya dalam hati, apa hati mampu menjawab? Yang pasti dengan
menganggap itu sebuah keindahan rekontruksi, aku sedikit melupakan siapa sang
empunya.
Jelang beberapa waktu saat aku melerai pertanyaan, lewat secara perlahan
mobil lean cruiser putih didepan gerbang
besi warna hijau rumah indah itu. Yah, dari dalam mobil keluar sosok pria paruh
baya berkulit hitam, berjenggot dan jambang, sosok rupawan berjubah putih
lengkap dengan imamah (arab)melilit dikepala, dengan gaya elegant
nya membuka pintu sembari menenteng
handbag hitamya. Tak lama berselang, seorang wanita muda cantik, putih, mancung
bergaun dan berkrudung hitam yang membuka pintu gerbang besi warna hijau. “Alangkah
indahnya wanita itu”, gumamku keras dalam hati, tanpa sadar aku tersentak serat
roti yang sedang ku kunyah. kulihat sorot matanya, bibirnya yang ranum dengan
sedikit kemerahan di kedua pipinya. Dagunya, ya tuhan, kulihat alis tebalnya
menambah indah pemandangan yang kulihat sore itu. Aku memandangnya pekat dan
terus menerus, sampai tanpa ku sadari dia mengarahkan bola matanya ke mataku,
indahnya. Kami bertukar pandang, dalam durasi pendek, diapun segera mengalihkan
pandangan dengan menunduk dan berpaling cepat masuk ke dalam rumah. Bagiku,
merasa malu akan menambah nilai kecantikan dan keindahan seorang wanita.” Subhanalloh
ya, sesuatu”, bisik benakku dalam hati.
Malam menjelang, langitpun tampak
gelap. Namun pikiran jiwaku tampak terang melihat dan membayangkan keindahan
wanita berkrudung hitam tadi, meski hanya dalam durasi pendek.” Jika setiap
pemahat bisa memahat dengan indah wanitanya dalam balok kayu, saya kira hanya
diriku yang mampu memahat keindahan wanita itu dalam angan nakalku”, lagi
lagi aku bergumam. Di negeri ini, hanya beberapa wanita yang masuk draft
selera pandang mata sipitku. Maklum saja, aku sedang berada di negeri lembah
hitam, tak sedikit ku temukan manusia berkulit hitam. Bukan di negeri beta,
yang sesuka hati aku bisa melihat puas wanita berkulit asia. Aku di negeri
orang, hidup berdampingan dan ber tata cara kehidupan orang asing. Jika di
negeri beta teh hanya sebagai minuman penyaji tambahan, disini teh malah
minuman pokok, pengganti kopi bila di nusantara. Sampai aku tiba dalam sebuah
pertanyaan, “kenapa kau bisa sampai di negeri orang?”.
“balik shob, hari udah petang”, kata Zizi temanku menghentikan lamunan
nakalku.
Tanpa berlama, aku pun merapikan kembali dan membawa sampah sampah yang
berserakan akibat ulahku tadi.
“Bbrrrrruuuoooooogt”.
Ku kedengar keras suara tabrakan. Aku mencari darimana arah suara
tersebut, kembali ku beranjak ke loteng. Kulihat tepat didepan rumah indah itu,
sebuah mobil lean cruiser terserondol dari belakang oleh mobil sedan ford. Aku melihat
miris lekukan yang membekas di cat kedua mobil mewah tersebut. “gila, totalan
besar besaran nie orang, gila gila”, pikirku sambil sedikit ber ekspresi miris,
sedikit memicingkan kedia mata.
Beberapa saat setelah tabrakan itu, keluar perangai dua wanita paruh
baya, satu berpakaian entah apa orang menyebutnya, berpakaian seperti wanita
hamil (daster) atau seperti cara berpakaian wwanita india di TV, dengan krudung
warna biru yang menempel di kepala wanita lumayan cantik tersebut, berkulit
putih dan seperti biasanya, dengan hidung yang tak kalah mancung dengan hidung
orang asia sepertiku. Wanita kedua berpakaian yang sama, hanya dia menggunakan
krudung berwarna putih tulang, kulihat yang kedua ini sedikit tua jika di
banding dengan wanita pertama yang berkrudung biru. “ah, ibu ibu baru
belajar megang mobil”, ku katakana lirih sambil ber enyah ria dari tempat
persembunyianku, diatas loteng.
Sayup sayup, ku mendengar suara ramai, “hmm,,,,rame banget ya bang? Emang
seperti itu logat orang sini kalau lagi berbicara”, kata Zizi memutus
pertanyaan ku.
Tapi, aku rasakan ada yang berbeda dari percakapan yang entah aku belum
bisa memahami maknannya. Dengan bahasa yang belum benar aku kuasai, mengingat
kedinian diriku menginjak negeri ini.
“zi, loe denger suara wanita nangis kaga?”, ku tanya Zizi yang
sedang tampak asik menonton telenovela GhaJheBho.
“iyya bang, gile,,,coba liat keluar bang”. Ajak Zizi sambil
memegang lengan tanganku, menyeretku keluar.
Ku intip sedikit gerbang besi hijau yang terbuka separuh. Tak pernah
terduga apa yang terjadi, dua wanita pengendara sedan ford yang sedang membabi
buta mencaci maki dan mencabi cabik rambut indah wanita pembuka gerbang yang
kulihat sore tadi. Sambil menangis dan pasrah, wanita muda cantik itu menahan
dan meronta ingin lari. Aku tak banyak paham dengan percakapan yang terjadi
antara ketiga orang wanita tersebut, yang jelas berupa caci maki.
“busyet, berdarah bro pipinya”, kataku pada Zizi.
“Iya bang, kita lihat sajalah bang. Jangan ikut
campur, nanti jadi berabe urusanya, lagian abangkan orang baru”, balas Zizi dengan muka sedikit
takut. “justru loe yang udah lama disini, lerai donk, dirimu kan lumayan
menguasai bahasa Darrijiy (bahasa arab umum)”. Gertak ku ke Zizi.
“sumpah Zi, gue kagak tega, samperin aja yuk”, ajak ku ke Zizi. Yang kulihat
sekarang, bukan lagi pemandangan indah dan nyaman yang layak kulihat dari
keindahan pemandangan rumah luar ini. Ada dendam dan amarah yang sedang
berkecamuk di dalam dada dia wanita lebih tua dari wanita muda yang sedang kami
bopong ini. Wanita cantik itu, sekarang sedang dalam pembaringan kamarku. Ingin
sekali ku menangis melihat keindahan yang terkotori, melihat kecantikan yang
tercabik yang entah dengan alas an apa aku harus menangis. Zizi terus
mengompres pipi memar wanita itu dengan air hangat, kulihat ada bekas aliran
darah yang mongering di sekitar telinga. “alangkah malang nasib wanita
bermata indah ini ya tuhan”.
Pukul 20.14 PM, bola mata indah
wanita itu berbinar membuka kelopaknya dengan perlahan, disusul dengan gerak
kecil tangan dengan jari lentiknya.
“Wein ?(dimana)”, dia bertanya keheranan. Berusaha mengangkat tubuhnya
yang masih lemah.
“sakien, enti fi amanina (tenang, kamu dalam
perlindungan kami)”,
Zizi meyakinkan wanita itu untuk tenang dan meminumkan teh hangat.
Wanita bermata indah itu bernama Tafuziy, dia wanita asal turki. Termasuk
orang baru juga disini, setelah ia dipindahkan ke sini dan dijadikan istri ke-3
tuan Ja’far. Seorang big bos perusahaan telekomunikasi ternama di sudan. Ia menjadikan
Tafuziy istri ke 3 setelah ber istri 2 yang juga sama sama wanita turki dan member
dia 7 anak. Namun dengan begitu, wanita itu bercerita bahwa ia di peristri
secara illegal, tanpa persetujuan istri pertama dan kedua tuan Ja’far. Itulah yang
mungkin membuat marah dan membabi butanya kedua istri tua tuan Ja’far. Dengan nada
serak dan sedikit lirih dia berkata. “adunya ghururun (Dunia hanya Tipuan)”.
0 komentar:
Post a Comment