Muhammad Tajul Mafachir
Masih saja kita, Enggan bertanya siapa mengenai apa
Atau tentang bagaimana dan dimana
Ketika kutemu diri muram, lapuk larut dalam kecubung kerinduan sebelum datang senja
Dan kutemukan dari arah langit timur, kerumunan seperti sejenis burung burung hitam
Yang Nampak hijrah sebab silih bergantinya musim
Disela sela suara keramaian muda mudi menyambut malam,
Menghilir mudik kerumah perasingan menuju kelam.
Kudengar suara tuhan diperdengarkan
Keluar nyaring dari arah mercusuar tinggi dari barat
Ku sapu pandang, kutemukan sumber suara itu penuh sarat
Hingga saat kudengar, kuberi ia sedikit jeda dalam dalam
Bersama makna yang masuk ke dalam lorong lorong pertokoan, perumahan dan segenap pemukiman
Hingga ia merubahnya menjadi makna makna, yang kemudian tersapu kegelapan, kegelapan.
Ya, makna makna yang tersapu kepentingan.
Seperti kata Sitok Srengenge: ‘Ada banyak Nisan Kesepian’
Ah,
Ternyata aku ini, asap ternyata
Ternyata aku ini, kering ternyata
Ternyata aku ini, keriput ternyata
Dan
Ternyata aku ini, Galau ternyata
Oleh kerna aku ini asap, ingin sesekali kau jauhkan aku dari pengap
Oleh kerna aku ini kering, ingin sekali saja kau tuangkan sedikit air bening
Oleh kerna aku ini keriput, berharap kau oles mukaku dengan obat pengawet pesona
Dan oleh kerna aku ini Galau, maka jauhkanlah aku dari risau.
Masih saja kira, kita enggan bertanya kepada hati yang sunyi
Atau bahkan, kita lupa arah datang dan kapan sunyi bisa kita temui
Disini,
Didalam hati dan jiwa yang teramat tuli
Aku mengasingkan diri disebelah senja berpamit diri
Berharap melepas hati dari kasak kusuk dunia kuharap
Tapi, apanya yang berharap melepas hati dari kasak kusuk duniawi
Diseberang sana masih saja mata kepalaku menyaksikan
Hamudi hamudi berkelahi berebut air comberan
Oleh mataku, aku menyaksikan ibu muda membunuh bayi yang baru dilahirkanya,
Lalu Menghanyutkanya kedalam selokan
Oleh mataku, aku menyaksikan para tukang gadai iman
Berjalan menyusur jalan merampok, merampas, membunuh atas nama kebenaran
Oleh mataku, aku menyaksikan Oleh mataku, aku menyaksikan banyak ibu tua menanak nasi hanya dalam mimpi
Oleh mataku, aku menyaksikan dipinggir jalan seorang anak muda menampar pipi ibunya karena berebut sepotong roti yang hampir kering
Oleh mataku, aku menyaksikan seorang perawan menjual kelamin kepada tukang gadai tanah dan rumah
Oleh mataku, aku menyaksikan seorang supir bajai berkata dusta dan sumpah ditengah terik mentari yang menyerapah
Oleh mataku, Aku menyaksikan peraaaaaaaaaaaang saudara selalu tak henti tuk terhelakan.
Oleh mataku, aku menyaksikan segolongan menyerang, mengintai, mencaci, menyumpah, dan merapal mantra untuk kegelapan segolongan yang lain
Oleh mataku, itulah yang aku saksikan dalam bulan bulan dekat ini,
Di bulan sebelum senja berpamit diri.
Entah apa yang kau rasakan.
Aku tak tahu,
Juga tak mau tahu.
Sebab, yang aku tahu dari hari ke hari makin jauh kita mendaki
Semakin jauh jarak hari dan hati
Aku tak tahu,
Juga tak mahu tahu kemana arah hati menemu diri.
Kemana hendak diri menjumpa hati
Atau bahkan, sekedar harap tuhan bersimpati.
Hingga,
Dibawah gelap luang kamarmu aku melolong
Bercumbu diantara sepi dan bimbang
Serta rasa was was yang menyimpang
Aku berharap, sejak kutulis dan kubaca sajak ini
Aku selalu tergerak, dan bergerak dalam gerakan gerakan pengabdian
Aku berharap, Sejak detik ku tulis dan ku baca sajak ini
Kita selalu mawas dan menemu diri
Menyemai setiap kerlip kerling kenangan tentang keharibaan
Menyusur tiap rongga romansa atas nama cinta, kemesraan dan kebersamaan
Ya tuhan,
Disini, Aku menyeka diri
Menghantar diri menuju kelana malamMu
Berserah diri atas diri
Mengakui keakuanMU
Kulayangkan sekilas doa untuk tuan dari segala tuan yang begini bunyinya;
Oh, tuhan….
Jika memang aku comberan, tolong biar orang orang itu basuhkan tangan
Oh, tuhan….
Jika memang aku keset, biarlah mereka meninjak tengkuku yang rukuk membungkuk berharap kamu masyuk dalam khusyuk.
Oh tuhan….
Jika memang aku cuaca, jangan buat mereka salah membaca
Oh tuhan….
Jika memang aku Kaca, Buatlah mereka seolah riang didepan mata
Oh tuhan…
Jika memang aku ini Kirik, aku berharap selalu mereka dalam keadaan baik baik
Oh tuhan…
Jika memang aku ini manusia, jangan kau cabut kemanusiaanku sampai di stasiun kota itu
Oh tuhan,
Aku mewakili para penggemarmu disini, ingin berkoalisi, bermunajat mengharap kebaikan atas bulan ini. Dimana kau haramkan kehalalan yang selama ini kami lalaikan untuk kami syukuri.
Dibulan ini, aku mewakili para pecintamu selaku hamba yang berharap masih senantiasa kau kasihi. Izinkan kami melewati bulan ini, tanpa noda dan hapuslah dosa di hati.
Disini !
0 komentar:
Post a Comment